Minggu, 21 Desember 2014

kitab-kitab

Menghafal hadits merupakan sebuah keharusan terutama bagi para penuntut ilmu dien. Karena pada umumnya ilmu-ilmu yang ada tidak bisa dikuasai kecuali dengan cara dihafal. Dalam menghafal hadits kemampuan setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang sangat mudah menghafal, sebaliknya ada orang yang sangat susah menghafal, dan ada juga yang kemampuannya menghafal sedang-sedang saja.

Bagi orang-orang yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits biasanya mereka menghafal dengan menggunakan metode yang banyak digunakan baru-baru ini. Dimulai dari menghafal hadits-hadits kitab Arba’ain, kemudian kitab ‘Umdatul Ahkam, kemudian kitab Bulughul Maram atau Al-Muharrar. Setelah itu dilanjutkan pada kitab-kitab besar seperti kitab Imam Bukhari kemudian Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah lalu kitab-kitab hadits yang lain.

Ada juga yang menghafal dengan metode yang mulai banyak digunakan di kalangan penuntut ilmu. Mereka mulai menghafal dari hadits-hadits Bukhari tanpa menghafal sanad-sanadnya yang panjang. Hal ini dirasa lebih efektif karena langsung menghafal matan haditsnya sebagai tujuan utama. Kemudian menghafal hadits-hadits tambahan lainnya dari kitab Muslim, lalu kitab Abu Dawud dan tambahan dari kitab-kitab lainnya. Metode menghafal seperti ini dirasa lebih efektif, terutama bagi mereka yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits-hadits dengan cara-cara biasa –semoga Allah memberikan balasan dan pahala bagi pencetus metode yang efektif ini–. Dengan metode seperti ini, kesulitan menghafal hadits yang selalu membayangi para penuntut ilmu sejak dulu sedikit demi sedikit mulai hilang. Bagi para penuntut ilmu yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits, disarankan untuk menggunakan cara ini. Meskipun pada umumnya jika sesuatu cepat dihafal maka cepat hilangnya juga, tetapi setidaknya dengan muroja’ah dan mengulang terus hafalan yang ada, maka hal ini tidak perlu dikawatirkan.

Selanjutnya adalah tentang bagaimana memahami penjelasan dari hadits-hadits yang sudah dihafal. Pada masa awal-awal belajar, seorang penuntut ilmu dituntut untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya, karena nantinya seorang penuntut ilmu akan dituntut untuk memahami penjelasan dari hadits-hadits yang telah dihafalkan dengan bantuan kitab-kitab Syarh karangan para imam-imam Ahli hadits.

Bagi para penuntut ilmu yang hanya fokus pada hafalan hadits saja tanpa berusaha mempelajari penjelasannya, atau yang menjelaskan isi hadits tetapi salah, hendaknya meneladani ulama salaf. Bagaimana para ulama salaf menghafal hadits dan mempelajari isinya dengan pemahaman yang benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Untuk mempelajari penjelasan hadits bisa melalui kitab-kitab syarh hadits karangan Imam-imam yang mu’tabar yang sudah teruji kompetensinya secara ilmiyah. Seorang penuntut ilmu yang menghafal hadits-hadits sekaligus mempelajari penjelasannya akan memiliki pengetahuan yang luas tentang sunnah.

Usia manusia saat ini memang tidak panjang, sehingga tidak akan cukup untuk menyerap semua pengetahuan yang sangat banyak ini dengan sempurna. Terkadang sebagian orang menghabiskan waktunya hanya untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya tanpa mempelajari penjelasannya. Sebaliknya ada juga orang yang mempelajari penjelasan hadits tanpa disertai dengan menghafal haditsnya, karena perkataan sebagian orang bahwa tujuan dari mempelajari nash-nash adalah pemahaman terhadap isinya, bukan menghafalnya. Seperti inilah pola pikir mayoritas generasi saat ini.

Kita harus bersyukur hidup di zaman seperti sekarang ini. Sekarang ini pintu untuk menuntut ilmu dien terbuka lebar-lebar. Fasilitas-fasilitas yang mendukung untuk menuntut ilmu sudah sangat banyak dan mudah diakses. Maka hendaknya kita benar-benar menggunakan seluruh waktu dan potensi yang ada saat ini sebaik-baiknya, sebelum nanti disibukkan dengan kesibukan-kesibukan lainnya.

Sedikit kita renungkan, pada pertengahan abad dulu, menuntut ilmu adalah hal yang sangat susah. Kebanyakan orang terdahulu jika ingin menuntut ilmu selalu terbentur dengan berbagai hal, terutama dengan kehidupan mereka sendiri. Mereka harus memikirkan bagaimana bisa bertahan hidup, bisa makan, bisa berpakaian, bisa mempunyai tempat tinggal, sehingga tidak ada kesempatan untuk belajar ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan kita saat ini –Alhamdulillah— benar-benar dikarunia berbagai kemudahan untuk belajar. Fasilitas untuk menuntut ilmu tersebar di mana-mana.

Jadi, tidak ada alasan untuk bermalas-malasan lagi. Pergunakanlah waktu yang ada untuk belajar, untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya sekaligus mempelajari penjelasannya. Terlebih lagi bagi yang masih muda, karena usia ini adalah masa-masa keemasan untuk belajar dan menghafal. Sebelum usia semakin tua dan daya pikir semakin lemah.

Jadi, belajar yang benar adalah mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan menghafal sekaligus mempelajari penjelasannya. Yang tidak kalah penting pula adalah mengulang-ulang mempelajari penjelasannya. Karena penjelasan nash-nash biasanya diuraikan secara panjang lebar, karena itulah butuh pengulangan. Sebagian kitab-kitab syarh hadits ada yang membutuhkan waktu dua tahun berturut-urut untuk memahaminya secara lengkap. Memang membutuhkan waktu yang lama dan kontinuitas yang tinggi. Karena begitulah para ulama terdahulu belajar.

Sayangnya, sebagian dari para penuntut ilmu mempelajari kitab-kitab syarh ketika sedang terdesak saja. Biasanya ketika sudah tidak bisa memahami arti dari suatu hadits, baru mereka membuka kitab-kitab syarh. Cara seperti ini kurang baik. Lebih baik jika membaca dan mempelajari kitab-kitab syarh secara lengkap sehingga seorang tholib mempunyai wawasan yang luas tentang kitab syarh yang ia pelajari. Jika sudah menguasai suatu kitab syarh, maka akan lebih mudah menyelesaikan berbagai persoalan. Inilah yang dinamakan menuntut ilmu. (Fayyadh)

Sumber: http://www.alislamu.com/5650/cara-efektif-menghafal-hadits/

0 komentar:

Posting Komentar