Sabtu, 27 Desember 2014

Abu al-‘Atahiyah, seorang penyair Arab mengatakan:

إِنَّ الْفَرَاغَ وَالشَّبَابَ وَالْجِدَّةَ مفْسِدَةٌ لِلْمَرءِ أَيّ مَفْسدَة

”Kekosongan jika melanda para pemuda yang mempunyai uang, maka akan mengakibatkan kerusakan yang luar biasa”.

Pepatah lain mengatakan :

الفَرَاغُ لِلرِّجَالِ غَفْلَةٌ، وَلِلنِّسَاءِ غَلْمَةٌ

”Pengangguran bagi laki-laki adalah sebuah kelalaian dan bagi perempuan akan menjerumus kepada hal-hal yang negatif (syahwat)”.

Bukankah istri pejabat yang merayu nabi Yusuf ‘alaihi as-salam disebabkan karena kekosongan dan kesepian yang menyelimutinya. ?

Ya, kekosongan akan menyebabkan kerusakan, apalagi didukung dengan uang yang dimilikinya, maka dampak kerusakan yang ditimbulkannya akan jauh lebih dahsyat.

Seorang penyair berkata :

لَقَدْ هَاجَ الفَرَاغ عليه شُغلاً       وَأَسْبَابُ البَلاَءِ مِنَ الفَرَاغِ

“ Sungguh kekosongan itu menimbulkan pikiran negatif…
Dan penyebab kerusakan-kerusakan itu karena kekosongan.” 

Waktu kosong haruslah diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, kalau tidak, maka akan terisi dengan kegiatan-kegiatan negatif yang merusak, maka jangan sekali-kali kita biarkan pikiran kita kosong, karena syetan dengan gesitnya akan memasuk ke dalam pikiran yang kosong tersebut.

Sering kita mendengar terjadinya kerasukan syetan secara masal pada sekelompok pelajar putri di beberapa sekolah. Setelah diteliti, ternyata salah satu penyebabnya adalah pikiran-pikiran dan hati-hati mereka sering hampa, tidak diisi dengan dzikrullah, mengingat Allah dan tidak disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.

Para dokter menyatakan bahwa 50% kebahagian hidup bisa didapat dengan cara mengisi waktu kosong dalam kegiatan yang bermanfaat.

Betapa kita lihat para pekerja kasar di jalan-jalan, para kuli bangunan, para petani di sawah-sawah, para pedagang asongan di terminal-terminal merasa lebih tenang dan bahagia dibanding dengan anda yang melamun dan tergeletak di atas kasur akibat pengangguran.[1]

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sebagian orang yang sudah lanjut usia didapatkan masih kelihatan energik dan jarang merasa lesu atau malas. Hal itu karena mereka selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa mengembangkan syaraf mereka. Ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan mereka saja, akan tetapi lebih dari itu, bisa juga menjaga kesehatan otak mereka. . [2]

Konon orang-orang Jepang yang sudah lanjut usia, walaupun mereka sudah kecukupan secara materi dan mempunyai banyak pegawai, tetapi mereka menyempatkan diri untuk terjun bekerja bersama para pegawainya, apakah sebagai pengontrol atau sebagai kasir pemegang keungannya atau bahkan sebagai pelayan para pelanggan. Itu semua dilakukan demi mencari kegiatan, karena dengan kegiatan itulah mereka tetap sehat.

Sebagian besar ibu-ibu umurnya lebih panjang daripada bapak-bapak, sehingga kita dapatkan janda-janda tua menjamur  di masyarakat kita. Salah satu penyebabnya, karena ibu-ibu sering bekerja dan bergerak, serta beraktifitas seperti : memasak, mencuci piring, mencuci dan menyeterika baju, membersihkan rumah, memandikan anak dan seterusnya, sedang bapak-bapak banyak yang  menyantai dan duduk-duduk saja, tanpa banyak aktifitas badan, sehingga lebih rentan terkena penyakit.

Para ulama dulu merasa sedih ketika waktunya terbuang sia-sia, bahkan mereka merasa berat waktunya berkurang untuk makan, sebagaimana perkataan Utsman al-Baqlawi : “ Jika datang waktu  makan, saya merasa seakan-akan ruh-ku akan keluar ( merasa sedih dan sempit ) karena dengan makan, saya telah melupakan dzikir “ [3] 

Begitu juga halnya dengan Kholil bin Ahmad, ia  berkata : “ Waktu yang paling berat bagi saya adalah waktu makan “ .

As-Sari bin Mughlis menasihati kepada kita  : “ Jika kamu sedih karena hartamu berkurang, maka mestinya anda menangis ketika umurmu berkurang. “ [4]

Berkata Benjamin Franklin : “ Apakah anda mencintai kehidupan? Jangan membuang-buang waktu, karena waktu merupakan bagian terpenting dalam hidup anda.”

Sumber: http://www.alislamu.com/8304/tips-ke-1-isi-waktu-kosong-dengan-kegiatan-yang-bermanfaat/

[1]. Aid al-Qarny, Hadaiq Dzata Bahjah, hlm: 123, 190
[2]. Majalah al-Manar, Edisi 375
[3] . Ibnu al-Jauzi, Shoidu al-Khotir, hlm  489
[4].  Ibnu al-Jauzi, Sifatu ash-Shofwah :  2/ 376

0 komentar:

Posting Komentar