Menghafal
hadits merupakan sebuah keharusan terutama bagi para penuntut ilmu
dien. Karena pada umumnya ilmu-ilmu yang ada tidak bisa dikuasai kecuali
dengan cara dihafal. Dalam menghafal hadits kemampuan setiap orang
berbeda-beda. Ada orang yang sangat mudah menghafal, sebaliknya ada
orang yang sangat susah menghafal, dan ada juga yang kemampuannya
menghafal sedang-sedang saja.
Bagi orang-orang yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits
biasanya mereka menghafal dengan menggunakan metode yang banyak
digunakan baru-baru ini. Dimulai dari menghafal hadits-hadits
kitab Arba’ain, kemudian kitab ‘Umdatul Ahkam, kemudian kitab Bulughul
Maram atau Al-Muharrar. Setelah itu dilanjutkan pada kitab-kitab besar
seperti kitab Imam Bukhari kemudian Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I,
Ibnu Majah lalu kitab-kitab hadits yang lain.
Ada juga yang menghafal dengan metode yang mulai banyak digunakan di
kalangan penuntut ilmu. Mereka mulai menghafal dari hadits-hadits
Bukhari tanpa menghafal sanad-sanadnya yang panjang. Hal ini dirasa
lebih efektif karena langsung menghafal matan haditsnya sebagai tujuan
utama. Kemudian menghafal hadits-hadits tambahan lainnya dari kitab
Muslim, lalu kitab Abu Dawud dan tambahan dari kitab-kitab lainnya. Metode menghafal seperti ini dirasa lebih efektif, terutama bagi
mereka yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits-hadits dengan
cara-cara biasa –semoga Allah memberikan balasan dan pahala bagi
pencetus metode yang efektif ini–. Dengan metode seperti ini, kesulitan
menghafal hadits yang selalu membayangi para penuntut ilmu sejak dulu
sedikit demi sedikit mulai hilang. Bagi para penuntut ilmu yang mempunyai kesulitan dalam menghafal
hadits, disarankan untuk menggunakan cara ini. Meskipun pada umumnya
jika sesuatu cepat dihafal maka cepat hilangnya juga, tetapi setidaknya
dengan muroja’ah dan mengulang terus hafalan yang ada, maka hal ini
tidak perlu dikawatirkan.
Selanjutnya adalah tentang bagaimana memahami penjelasan dari
hadits-hadits yang sudah dihafal. Pada masa awal-awal belajar, seorang
penuntut ilmu dituntut untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya, karena
nantinya seorang penuntut ilmu akan dituntut untuk memahami penjelasan
dari hadits-hadits yang telah dihafalkan dengan bantuan kitab-kitab
Syarh karangan para imam-imam Ahli hadits.
Bagi para penuntut ilmu yang hanya fokus pada hafalan hadits saja
tanpa berusaha mempelajari penjelasannya, atau yang menjelaskan isi
hadits tetapi salah, hendaknya meneladani ulama salaf. Bagaimana para
ulama salaf menghafal hadits dan mempelajari isinya dengan pemahaman
yang benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Untuk mempelajari penjelasan hadits bisa melalui kitab-kitab syarh
hadits karangan Imam-imam yang mu’tabar yang sudah teruji kompetensinya
secara ilmiyah. Seorang penuntut ilmu yang menghafal hadits-hadits
sekaligus mempelajari penjelasannya akan memiliki pengetahuan yang luas
tentang sunnah.
Usia manusia saat ini memang tidak panjang, sehingga tidak akan cukup
untuk menyerap semua pengetahuan yang sangat banyak ini dengan
sempurna. Terkadang sebagian orang menghabiskan waktunya hanya untuk
menghafal hadits sebanyak-banyaknya tanpa mempelajari penjelasannya.
Sebaliknya ada juga orang yang mempelajari penjelasan hadits tanpa
disertai dengan menghafal haditsnya, karena perkataan sebagian orang
bahwa tujuan dari mempelajari nash-nash adalah pemahaman terhadap
isinya, bukan menghafalnya. Seperti inilah pola pikir mayoritas generasi
saat ini.
Kita harus bersyukur hidup di zaman seperti sekarang ini. Sekarang
ini pintu untuk menuntut ilmu dien terbuka lebar-lebar.
Fasilitas-fasilitas yang mendukung untuk menuntut ilmu sudah sangat
banyak dan mudah diakses. Maka hendaknya kita benar-benar menggunakan
seluruh waktu dan potensi yang ada saat ini sebaik-baiknya, sebelum
nanti disibukkan dengan kesibukan-kesibukan lainnya.
Sedikit kita renungkan, pada pertengahan abad dulu, menuntut ilmu
adalah hal yang sangat susah. Kebanyakan orang terdahulu jika ingin
menuntut ilmu selalu terbentur dengan berbagai hal, terutama dengan
kehidupan mereka sendiri. Mereka harus memikirkan bagaimana bisa
bertahan hidup, bisa makan, bisa berpakaian, bisa mempunyai tempat
tinggal, sehingga tidak ada kesempatan untuk belajar ilmu pengetahuan
lainnya. Sedangkan kita saat ini –Alhamdulillah— benar-benar dikarunia
berbagai kemudahan untuk belajar. Fasilitas untuk menuntut ilmu tersebar
di mana-mana.
Jadi, tidak ada alasan untuk bermalas-malasan lagi. Pergunakanlah
waktu yang ada untuk belajar, untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya
sekaligus mempelajari penjelasannya. Terlebih lagi bagi yang masih muda,
karena usia ini adalah masa-masa keemasan untuk belajar dan menghafal.
Sebelum usia semakin tua dan daya pikir semakin lemah.
Jadi, belajar yang benar adalah mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah,
dengan menghafal sekaligus mempelajari penjelasannya. Yang tidak kalah
penting pula adalah mengulang-ulang mempelajari penjelasannya. Karena
penjelasan nash-nash biasanya diuraikan secara panjang lebar, karena
itulah butuh pengulangan. Sebagian kitab-kitab syarh hadits ada yang
membutuhkan waktu dua tahun berturut-urut untuk memahaminya secara
lengkap. Memang membutuhkan waktu yang lama dan kontinuitas yang tinggi.
Karena begitulah para ulama terdahulu belajar.
Sayangnya, sebagian dari para penuntut ilmu mempelajari kitab-kitab
syarh ketika sedang terdesak saja. Biasanya ketika sudah tidak bisa
memahami arti dari suatu hadits, baru mereka membuka kitab-kitab syarh.
Cara seperti ini kurang baik. Lebih baik jika membaca dan mempelajari
kitab-kitab syarh secara lengkap sehingga seorang tholib mempunyai
wawasan yang luas tentang kitab syarh yang ia pelajari. Jika sudah
menguasai suatu kitab syarh, maka akan lebih mudah menyelesaikan
berbagai persoalan. Inilah yang dinamakan menuntut ilmu. (Fayyadh)
Sumber: http://www.alislamu.com/5650/cara-efektif-menghafal-hadits/
0 komentar:
Posting Komentar