Oleh: Sumantri
/
Publikasi: Senin, 22 Desember 2014 19:17
Apakah kita pernah menanyakan kepada diri kita, sudahkah kita
mendedikasikan diri kita untuk berjuang di jalan Allah dengan
sungguh-sungguh? Mengerahkan seluruh kemampuan kita, berupa harta bahkan
jiwa kita.
Kita tentu tahu, bahwasanya melatih diri dalam kebaikan adalah sesuatu yang sulit bagi kebanyakan manusia. Padahal hal itu merupakan kebutuhan jiwa kita. Banyak yang telah dicontohkan oleh generasi sebelum kita, dan faktanya mereka berhasil mempersiapkan diri mereka, dan mengerahkan seluruh kemampuan, baik harta bahkan jiwa mereka untuk berjuang di jalan Allah. Harusnya kita mampu melakukan yang lebih dari mereka. Tapi kenyataannya kita tidak bisa melakukan yang lebih dari mereka.
Pasti ada yang salah pada diri kita. Menemukan pokok permasalahan yang karenanya kita terhambat menuju Allah ta’alaa adalah tugas yang harus kita lakukan saat ini. Agar kita terhindar dari penyelasan.
Berikut ini ada beberapa pertanyaan yang bisa kita jadikan bahan muhasabah, membantu kita menemukan akar permasalahan yang menghalangi kita dari Allah ta’alaa. Jika salah satunya terdapat dalam diri kita, ketahuilah itu adalah noda-noda kemunafikan yang selama ini menghalangi kita dari Allah ta’alaa.
1. Apakah kita merasa bahwa apa yang ada dalam hati kita berbeda dengan yang selama ini kita
tampakkan?
2. Apakah kita sering berbohong?
3. Apakah kita sering berkhianat? Berkhianat kepada nikmat yang telah Allah berikan kepada kita? Ingatlah
dosa-dosa yang telah kita lakukan, dan anugrah berupa keimanan yang telah Allah berikan kepada kita.
4. Apakah kita pernah mengingkari janji dengan seseorang?
5. Apakah kita pernah berselisih dengan seseorang, sehingga kemudian kita marah, memusuhinya dan
berbuat zhalim terhadapnya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Empat sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia tergolong orang yang munafik. Dan jika ada salah satunya terdapat pada diri seseorang maka ada pada dirinya sebagian dari sifat orang munafik sampai ia meninggalkannya. Jika dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia bohong, jika berjanji ia ingkari, dan jika berselisih ia berbuat curang.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
6. Apakah kita pernah bermaksiat secara terang-terangan?
Dari Abu Umamah rodhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, Rosulullaah shollallaahu ‘alayhi wa ‘ala aalihi wasallam bersabda,
“ Rasa Malu dan sedikit bicara adalah dua cabang iman, sedangkan berkata keji dan banyak bicara adalah dua cabang kemunafikan.”
(Riwayat at-Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan gharib)
7. Apakah kita sering berlaku pelit, bahkan kepada Allah. Pelit untuk menginfakkan harta yang kita miliki di
jalan Allah?
8. Apakah kita selalu merasa lemah, malas dan tidak memiliki kemampuan ketika sedang bekerja?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya sifat pelit, lemah, dan berkata keji adalah bagian dari sifat munafik. Semua itu menambah kesempurnaan hidup di dunia dan mengurangi kesempurnaan hidup di akhirat. Dan tidaklah yang berkurang di akhirat lebih banyak daripada yang ditambahkan di dunia.” (Riwayat, at-Thabrani)
9. Apakah kita sering merasa, bahwa kita seperti memiliki dua wajah?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Barang siapa yang bermuka dua di dunia maka baginya dua lidah dari api neraka pada hari kiamat kelak.” (Riwayat Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)
10. Apakah kita selalu belajar, dan bertambah ilmu kita hari demi hari, atau kita hanya bermalas-malasan dari keduanya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Dua hal yg tak akan berkumpul pada diri orang munafik, akhlaq yg baik & pemahaman dalam masalah agama.” (Riwayat at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani)
11. Apakah kita mengetahui apa yang kita pelajari?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Kebanyakan orang munafik di tengah-tengah umatku adalah qurro’uha (yang menghafalkan Al Qur’an dengan niat yang jelek).” (HR. Ahmad, sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth).” [Makna qurro’uha di sini adalah salah satu makna yang disebutkan oleh Al Manawi dalam Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 2: 102 (Asy Syamilah)]
12. Apakah kita selalu merasa malas? atau kita ini memang pemalas?
Allah subhanahu wa ta’alaa, “ Dan tidaklah mereka mendirikan shalat kecuali dengan malas, dan tidaklah mereka berinfaq kecuali mereka enggan (terpaksa).” (at-Taubah: 54)
Walaupun tidak menjurus kepada kemunafikan, namun akibat dari sifat-sifat ini sudah cukup untuk menjadi bahan renungan bagi kita. Sehingga kemudian kita dapat menghindarinya.
Kemudian mari kita perhatian ungkapan yang Allah kabarkan dalam al-Qur’an dengan seksama,
“ Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam
(menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka
kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu
bermaksud memberi petunjuk kepada orang yang telah disesatkan Allah?
Barang siapa disesatkan oleh Allah, kamu tidak akan mendapatkan jalan
(untuk memberi petunjuk) baginya.” (an-Nisa: 88)
Perhatikan ungkapan yang Allah pakai pada ayat tersebut, “أَرْكَسَهُمْ” maknanya adalah, Allah akan mengembalikan mereka kepada kekafiran.
Sehingga jika dikemudian hari kita menemukan jalan kemaksiatan yang mudah, sedangkan di sisi lain jalan ketaatan yang sulit dan penuh rintangan. Pilihlah jalan ketaatan meskipun itu sulit dan istiqamah di atasnya. Karena dengannya, Allah akan menjaga kita dari kemaksiatan yang akan kita lakukan.
Sahl berkata, “ Kesesatan adalah ketika Allah mencabut perlindungan-Nya (dari seorang hamba sehingga ia melakukan) apa yang Allah larang, dan mencabut bantuan-Nya (dari seorang hamba, sehingga ia enggan) untuk menjalankan apa yang Allah perintahkan.” Wallahu a’lam
Kita tentu tahu, bahwasanya melatih diri dalam kebaikan adalah sesuatu yang sulit bagi kebanyakan manusia. Padahal hal itu merupakan kebutuhan jiwa kita. Banyak yang telah dicontohkan oleh generasi sebelum kita, dan faktanya mereka berhasil mempersiapkan diri mereka, dan mengerahkan seluruh kemampuan, baik harta bahkan jiwa mereka untuk berjuang di jalan Allah. Harusnya kita mampu melakukan yang lebih dari mereka. Tapi kenyataannya kita tidak bisa melakukan yang lebih dari mereka.
Pasti ada yang salah pada diri kita. Menemukan pokok permasalahan yang karenanya kita terhambat menuju Allah ta’alaa adalah tugas yang harus kita lakukan saat ini. Agar kita terhindar dari penyelasan.
Berikut ini ada beberapa pertanyaan yang bisa kita jadikan bahan muhasabah, membantu kita menemukan akar permasalahan yang menghalangi kita dari Allah ta’alaa. Jika salah satunya terdapat dalam diri kita, ketahuilah itu adalah noda-noda kemunafikan yang selama ini menghalangi kita dari Allah ta’alaa.
1. Apakah kita merasa bahwa apa yang ada dalam hati kita berbeda dengan yang selama ini kita
tampakkan?
2. Apakah kita sering berbohong?
3. Apakah kita sering berkhianat? Berkhianat kepada nikmat yang telah Allah berikan kepada kita? Ingatlah
dosa-dosa yang telah kita lakukan, dan anugrah berupa keimanan yang telah Allah berikan kepada kita.
4. Apakah kita pernah mengingkari janji dengan seseorang?
5. Apakah kita pernah berselisih dengan seseorang, sehingga kemudian kita marah, memusuhinya dan
berbuat zhalim terhadapnya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Empat sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia tergolong orang yang munafik. Dan jika ada salah satunya terdapat pada diri seseorang maka ada pada dirinya sebagian dari sifat orang munafik sampai ia meninggalkannya. Jika dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia bohong, jika berjanji ia ingkari, dan jika berselisih ia berbuat curang.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
6. Apakah kita pernah bermaksiat secara terang-terangan?
Dari Abu Umamah rodhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, Rosulullaah shollallaahu ‘alayhi wa ‘ala aalihi wasallam bersabda,
الحياء والعي شعبتان من الإيمان والبذاء والبيان شعبتان من النفاق
“ Rasa Malu dan sedikit bicara adalah dua cabang iman, sedangkan berkata keji dan banyak bicara adalah dua cabang kemunafikan.”
(Riwayat at-Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan gharib)
7. Apakah kita sering berlaku pelit, bahkan kepada Allah. Pelit untuk menginfakkan harta yang kita miliki di
jalan Allah?
8. Apakah kita selalu merasa lemah, malas dan tidak memiliki kemampuan ketika sedang bekerja?
وإن الشح والعجز والبذاء من النفاق ، وإنهن يزدن في الدنيا وينقصن من الآخرة ، وما ينقصن من الآخرة أكثر مما يزدن من الدنيا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya sifat pelit, lemah, dan berkata keji adalah bagian dari sifat munafik. Semua itu menambah kesempurnaan hidup di dunia dan mengurangi kesempurnaan hidup di akhirat. Dan tidaklah yang berkurang di akhirat lebih banyak daripada yang ditambahkan di dunia.” (Riwayat, at-Thabrani)
9. Apakah kita sering merasa, bahwa kita seperti memiliki dua wajah?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Barang siapa yang bermuka dua di dunia maka baginya dua lidah dari api neraka pada hari kiamat kelak.” (Riwayat Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)
10. Apakah kita selalu belajar, dan bertambah ilmu kita hari demi hari, atau kita hanya bermalas-malasan dari keduanya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Dua hal yg tak akan berkumpul pada diri orang munafik, akhlaq yg baik & pemahaman dalam masalah agama.” (Riwayat at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani)
11. Apakah kita mengetahui apa yang kita pelajari?
أَكْثَرَ مُنَافِقِي أُمَّتِي قُرَّاؤُهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Kebanyakan orang munafik di tengah-tengah umatku adalah qurro’uha (yang menghafalkan Al Qur’an dengan niat yang jelek).” (HR. Ahmad, sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth).” [Makna qurro’uha di sini adalah salah satu makna yang disebutkan oleh Al Manawi dalam Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 2: 102 (Asy Syamilah)]
12. Apakah kita selalu merasa malas? atau kita ini memang pemalas?
وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ
Walaupun tidak menjurus kepada kemunafikan, namun akibat dari sifat-sifat ini sudah cukup untuk menjadi bahan renungan bagi kita. Sehingga kemudian kita dapat menghindarinya.
Kemudian mari kita perhatian ungkapan yang Allah kabarkan dalam al-Qur’an dengan seksama,
فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا
كَسَبُوا أَتُرِيدُونَ أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَنْ
يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا
Perhatikan ungkapan yang Allah pakai pada ayat tersebut, “أَرْكَسَهُمْ” maknanya adalah, Allah akan mengembalikan mereka kepada kekafiran.
Sehingga jika dikemudian hari kita menemukan jalan kemaksiatan yang mudah, sedangkan di sisi lain jalan ketaatan yang sulit dan penuh rintangan. Pilihlah jalan ketaatan meskipun itu sulit dan istiqamah di atasnya. Karena dengannya, Allah akan menjaga kita dari kemaksiatan yang akan kita lakukan.
Sahl berkata, “ Kesesatan adalah ketika Allah mencabut perlindungan-Nya (dari seorang hamba sehingga ia melakukan) apa yang Allah larang, dan mencabut bantuan-Nya (dari seorang hamba, sehingga ia enggan) untuk menjalankan apa yang Allah perintahkan.” Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar