Bagaimana jika ada yang kuliah agama namun hanya untuk cari gelar (Dr., MA, MAg, SAg, Lc)?
Niat ikhlas tentu saja sangat dibutuhkan dalam kita mempelajari ilmu
agama. Karena tanpa niat yang benar, amalan kita jadi sia-sia. Oleh
karena itu, para ulama sejak masa silam sangat perhatian sekalian dengan
niatnya. Jangan-jangan karena niatan yang tidak ikhlas itulah yang
membuat amalan termasuk pula menuntut ilmu agama menjadi sia-sia.
Siksaan Bagi Orang yang Belajar Agama Hanya untuk Dipuji
Coba tengok, siksaan bagi orang yang belajar agama namun tidak ikhlas
begitu pedih. Ikhlas itu berarti mengharap ridha Allah dengan amalan
tersebut, bukan sanjungan atau pujian manusia.
“Orang yang pertama kali diputuskan pada hari kiamat adalah seorang
laki-laki yang mati syahid di jalan Allah. Lalu dia didatangkan,
kemudian Allah memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya, maka dia pun
mengenalinya. Allah berkata, “Apa yang telah engkau lakukan dengan
nikmat itu?” Orang tersebut menjawab, “Aku telah berperang di jalan-Mu
sampai aku mati syahid.” Allah berkata, “Engkau dusta, akan tetapi
engkau melakukan itu supaya disebut sebagai seorang pemberani dan ucapan
itu telah dilontarkan.” Kemudian diperintahkan agar orang tersebut
dibawa, maka dia diseret dengan wajahnya (terjerembab di tanah), sampai
dia pun dilemparkan di neraka.”
“Kemudian ada orang yang belajar agama dan mengajarkannya, serta membaca
Al Qur’an. Lalu orang itu didatangkan, lalu Allah memperlihatkan
nikmat-Nya dan orang itu pun mengenalinya. Allah berkata, “Apa yang
telah engkau lakukan dengan nikmat itu?” Orang itu menjawab, “Aku telah
belajar agama, mengajarkannya dan aku telah membaca Al Qur’an.” Allah
berkata, “Engkau dusta, akan tetapi engkau belajar agama supaya disebut
alim dan engkau membaca Al Quran supaya disebut qari’ dan ucapan itu
telah dilontarkan.” Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa,
maka dia pun diseret dengan wajahnya (terjerembab di tanah) sampai dia
pun dilemparkan di neraka.”
“Kemudian ada seorang laki-laki yang diberikan kelapangan oleh Allah dan
menganugerahinya segala macam harta. Lalu dia pun didatangkan, lalu
Allah memperlihatkan nikmat-Nya itu dan orang itu pun mengenalinya.
Allah berkata, “Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat itu?” Orang
itu menjawab, “Aku tidak meninggalkan satu jalan pun sebagai peluang
untuk berinfak melainkan aku berinfak di situ semata-mata karena-Mu.”
Allah berkata, “Engkau dusta, akan tetapi engkau melakukan seperti itu
supaya disebut dermawan dan ucapan itu telah dilontarkan.” Maka orang
itu diperintahkan untuk dibawa, lalu dia pun diseret dengan wajahnya
(terjerembab di tanah), kemudian dia dilemparkan di neraka.” (HR. Muslim
no. 1905)
Bagaimana Kuliah Agama Hanya untuk Cari Gelar?
Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Siapa yang jihadnya
dengan lisan dan perbuatannya untuk membela kebenaran, itu disebut orang
yang ikhlas. Sedangkan yang punya maksud selain itu, ia akan
mendapatkan sesuai yang diniatkan dan amalannya tidak diterima.” Beliau
melanjutkan, “Seluruh amalan shalih yang dilakukan oleh orang yang
riya’, amalannya itu batil karena luput dari ketidak-ikhlasan. Padahal
setiap amalan shalih harus didasari ikhlas. Amalan tidak hanya ikhlas
namun hendaklah mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika tidak, amalan tersebut tertolak.” (Al Qowa’id wal Ushul Al Jami’ah, hal. 37)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang
seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah
untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi
surga di hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
menjelaskan, “Berdasarkan hal di atas, kebanyakan orang bingung
bagaimana hukum mengambil kuliah jurusan agama yang tujuannya hanya
untuk mencari ijazah (mencari gelar). Ada yang menyatakan, “Kami tidak
mau kuliah agama karena sulit masuk surga (karena niatan yang tidak
ikhlas, -pen).” Cukup katakan pada orang yang mengutarakan semisal itu,
saat ini kita hidup di zaman yang apa-apa butuh ijazah baik perihal
agama ataupun urusan dunia. Masa kini adalah masa di mana selembar
ijazah itu sangat dibutuhkan. Yang tidak memiliki ijazah saat ini tidak
bisa menempati posisi penting, baik posisi mengajar, menjadi qadhi (hakim), atau meraih posisi krusiala lainnya.
Karenanya belajar di universitas (kuliah agama) untuk meraih ijazah
supaya mendapatkan posisi strategis dalam dakwah dan bermanfaat bagi
kaum muslimin, seperti itu tidaklah menafikan keikhlasan.
Adapun jika ada yang miskin lalu punya niatan bahwa ia ingin menempuh
kuliah agama agar mendapatkan ijazah. Dari situlah ia mendapatkan harta,
namun sayangnya ia tidak punya keinginan untuk meraih akhirat sama
sekali. Orang seperti ini dikatakan berdosa.
Namun ini berbeda jika yang ditempuh adalah kuliah teknik supaya menjadi
lulusan sarjana teknik, lalu ia mencari pekerjaan dengan ijazahnya
tersebut, seperti ini tidaklah masalah. Karena ilmu teknik tidak masuk
dalam ilmu syari’at.
Akan tetapi, ilmu agama tetap lebih afdhol dari ilmu dunia tersebut.
Karena ilmu agama itu lebih dibutuhkan. Para ulama itu lebih dibutuhkan
untuk membimbing umat sehingga mereka bisa berada di jalan yang lurus.” (At Ta’liq ‘ala Al Qawa’id Al Ushul Al Jami’ah, hal. 72-73).
Perhatikan Niat Ikhlas dalam Belajar
Simak perkataan salaf berikut yang menunjukkan meluruskan niat untuk
ikhlas butuh kesungguhan. Dari Sulaiman bin Daud Al Hasyimiy, ia
berkata,
“Terkadang ketika aku mengutarakan satu hadits, aku butuh satu niat.
Ketika aku mengarah ke sebagiannya, beralihlah niatku. Dapat disimpulkan
bahwa satu hadits ternyata butuh beberapa niat.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 83).
Sahl bin ‘Abdullah At Tusturi berkata,
“Tidak sesuatu yang lebih berat pada jiwa selain keikhlasan. Satu bagian pun teramat sulit dicapai oleh jiwa.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 84).
Yusuf bin Al Husain Ar Rozi mengutarakan,
“Sesuatu yang paling sulit (untuk diraih, -pen) di dunia adalah
ikhlas. Seringnya aku berusaha untuk menghapus riya’ dari hatiku, namun
riya’ itu tumbuh lagi dengan warna yang lain. ” (Idem)Ya Allah, mudahkanlah kami untuk selalu ikhlas dalam melakukan ketaatan pada-Mu. Aamiin, Ya Saami’ad Du’aa.
Referensi:
Al Qawa’id wal Ushul Al Jami’ah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, tahqiq: Dr. Khalid bin ‘Ali bin Muhammad Al Musyaiqih, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan kedua, tahun 1432 H.At Ta’liq ‘ala Al Qawa’id Al Ushul Al Jami’ah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, terbitan Muassasah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, cetakan tahun 1433 H.
Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kesepuluh, tahun 1432 H.
Sumber: http://rumaysho.com/aqidah/kuliah-agama-hanya-untuk-cari-gelar-9899
0 komentar:
Posting Komentar