Selasa, 27 Januari 2015

Oleh: Syaikh Ahmad Farid

Hati ibarat sebuah benteng. Sementara setan ialah musuh yang selalu ingin menaklukannya agar bisa menguasai dan mengendalikannya. Menjaga benteng dari serangan musuh, adalah dengan menjaga pintu-pintunya, dan celah-celah yang memiliki kemungkinan diterobos oleh musuh.

Oleh sebab itu, menjaga hati dari bisikan-bisikan setan adalah sebuah kewajiban. Sementara itu, mengusir setan yang ada dalam hati, hanya bisa dicapai dengan cara mengetahui dari jalan mana mereka masuk. Maka mengetahui jalan-jalan masuknya merupakan suatu keharusan.

Jalan masuk setan berikut adalah sifat-sifat buruk yang dimiliki seorang hamba. Di antara pintu-pintu setan adalah amarah dan syahwat. Marah adalah malapetaka bagi akal. Jika tentara yang bernama akal melemah, tentara setan akan menyerang. Selama manusia masih marah, setan akan menjadikannya mainan seperti anak kecil yang memainkan mainannya.

Pintu setan yang berbahaya lainnya adalah iri dan tamak. Selama manusia masih tamak, ketamakan tersebut akan membuat hati menjadi buta dan tuli. Sementara yang mampu mengetahui jalan masuk setan ialah cahaya mata hati.

Karena itu, apabila mata hati telah terututupi oleh iri dan tamak, ia tak lagi bisa melihat. Saat itulah setan memperoleh kesempatan.
Dari Ka’ab bin Malik al-Anshari radiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “ Dua serigala lapar yang dilepaskan pada sekawanan kambing itu tidak lebih merusak daripada ambisi seseorang kepada harta dan kemuliaan sehingga merusak agamanya.” (Riwayat Ahmad no. 15784 dan 15794, At-Tirmidzi no. 2376, An-Nasai dalam As-Sunan al-Kubra no. 11796, Ad-Darimi no. 2772, Ibnu Hibban no. 3228, Ibnu Abi Syaibah no. 34380, Al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah no. 4054, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir, 19/96 no. 189. Hadits shahih).

Pintu setan lainnya yang berbahaya ialah kenyang lantaran makan, meskipun barang tersebut halal dan bersih. Sebab, kenyang bisa menguatkan syahwat, sedangkan syahwat adalah kendaraan setan.

Kemudian, Pintu setan yang berbahaya selanjutnya adalah tergesa-gesa dan tidak teliti dalam menyelesaikan pekerjaan atau permasalahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Tergesa-gesa berasal dari setan, dan (sifat) hati-hati dari Allah.” (Riwayat at-Tirmidzi dengan lafadz al-‘Anah dan menurutnya hadits ini hasan)

Termasuk pintu setan lainnya adalah bakhil dan takut fakir. Karena semua itu mencegah infak dan sedekah, serta mengakibatkan penimbunan kekayaan dengan cara yang tidak halal, yang berakibat siksaaan pedih di hari kiamat kelak.

Kemudian pintu setan yang wajib kita waspadai adalah fanatik terhadap suatu madzhab atau golongan tertentu. Iri dengki yang menimbulkan fitnah terhadap orang yang tidak kita sukai, serta memandang mereka dengan tatapan hina. Semua perkara tersebut termasuk penyebab kehancuran seorang hamba. Pasalnya, memfitnah manusia dan sibuk mencari kesalahan dan kekurangan orang lain merupakan salah satu sifat yang tercela dan melenakan, sehingga lalai dan tidak mengetahui kekurangan atau kesalahan pada diri sendiri.

Selanjutnya adalah berprasangka buruk terhadap sesama kaum muslimin. Allah ta’alaa berfirman yang artinya,
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecuriagaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa.” (Al-Hujurat: 12)

Jika pokok-pokok sifat tercela yang menjadi pintu masuk setan ini dibersihkan dari hati, setan tak lagi bisa menggoda. Setelah itu, dzikir kepada Allah akan bisa menghalaunya. Sebab, hakikat dzikir tidak akan bisa hadir di dalam hati, kecuali setelah hati dimakmurkan dengan takwa dan disucikan dari sifat-sifat tercela. Jika tidak demikian, dzikir hanyalah celotehan untuk jiwa dan tidak bisa menguasai hati. Akibatnya, ia tidak bisa mengusir kekuasaan setan. Oleh sebab itu Allah berfirman yang artinya,
“ Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (Al-A’raf: 201).
Kondisi ini khusus bagi orang yang bertaqwa.

Setan ibarat seekor anjing lapar yang menghampiri anda. Bila anda tidak mempunyai daging dan roti, ia akan menyingkir. Sementara, jika anda berkata padanya “ Pergi!” hanya sekedar ucapan, anda bisa mengusirnya jauh-jauh. Akan tetapi, bila anda memiliki daging, sementara anjing tersebut sedang lapar, ia akan merebut daging tersebut dan tidak akan pergi jika hanya anda gertak dengan ucapan.

Begitu pula hati, jika ia tidak memiliki makanan kesukaan setan, setan akan menjauh hanya sekedar dengan dzikir. Namun, bila syahwat menguasai hati, ia akan mengusir hakikat dzikir sampai ke tepian hati, sehingga dzikir tak lagi bisa membersihkan noda hitam dalam hati. Lantas, setan akan menetap pada noda hitam tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Di dalam hati ada dua keinginan. Pertama, keinginan dari Allah, yaitu (keinginan) yang mengajak kepada kebaikan dan mengakui kebenaran. Barang siapa yang mendapatinya, hendaknya ia tahu bahwa itu dari Allah dan hendaklah ia memuji-Nya. Kedua, keinginan dari musuh, yaitu (keinginan) yang mengajak kepada keburukan, mengingkari kebenaran, dan mencegah dari kebaikan. Karena itu, barang siapa yang mendapatinya, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”
Beliau kemudian membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“ Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)….” (Al-Baqarah: 268)

Al-Hasan mengatakan, “ Keduanya ialah keinginan yang menghuni hati, keinginan yang datang dari Allah dan keinginan yang datang dari musuh (Allah). Allah merahmati hamba yang berhenti di depan keinginannya apabila keinginan itu dari Allah ia meneruskannya, dan apabila dari musuh-Nya akan diperangi.”

Berdasarkan fitrahnya, hati sebenarnya siap menerima perintah-perintah Allah dan perintah-perintah setan dengan kadar yang sama. Kecondongan terhadap salah satu sisi terjadi karena mengikuti hawa nafsu dan menuruti syahwat. Atau, karena berpaling dari hawa nafsu dan menentang keinginan syahwat

Jika manusia mengikuti hal-hal yang memicu amarah dan syahwat, menanglah pengaruh setan melalui hawa nafsu. Akhirnya, hati menjadi sarang setan dan tempat penggembalaannya. Apabila ia melawan syahwat, tidak memberinya kesempatan untuk menguasai hati, maka terbebaslah ia dari pengaruh setan.

Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Fitnah-fitnah itu akan dihadapkan kepada hati seperti tikar, helai demi helai. Hati mana saja yang menyerap fitnah itu, maka satu noda hitam tertempel dalam hatinya. Dan hati mana saja yang tidak menerimanya, akan tertitiklah pada hati itu satu titik putih, sehingga, jadilah hati itu dua macam; putih seperti batu pualam, sehingga fitnah apapun tidak akan membahayakannya selama ada langit dan bumi, sementara hati lainnya berwarna hitam legam, seperti dasar panci, tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemunkaran selain hawa nafsu yang diserapnya.”

Jika muncul fitnah syubhat dan syahwat, maka dalam menyikapinya hati akan menjadi dua macam,
Pertama, hati yang menuruti hawa nafsunya sebagaimana bunga karang yang menyerap air, lalu ia ditempeli bintik hitam. Ia terus menerus menyerap fitnah yang dihadapkan kepadanya, hingga menjadi hitam legam dan membusuk.

Bila ia menjadi hitam legam dan kian memburuk, ia menghadapi dua bahaya. Salah satunya ialah kebaikan yang menyerupai kemungkaran. Ia tidak menganggap yang baik sebagai kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran. Bisa jadi, penyakit ini akan menguasainya, hingga ia meyakini kebaikan sebagai kemungkaran dan kemungkaran sebagai kebaikan, sunnah sebagai bid’ah dan bid’ah sebagai sunnah, serta hak sebagai batil dan batil sebagai perkara yang hak.

Kedua, hati yang mampu menguasai dan mengendalikan hawa nafsu berdasarkan apa yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hati yang putih ialah hati yang diterangi cahaya iman. Bila dihadapkan pada suatu fitnah, ia mengingkarinya dan menolaknya. Sehingga, cahaya dan kilaunya kian terang.

Segala penyakit hati terhimpun dalam penyakit-penyakit syahwat dan syubhat. Dan al-Qur’an ialah obat bagi kedua jenis penyakit ini. Sebab, di dalam al-Qur’an mengandung keterangan yang menjelaskan antara yang hak dengan yang batil. Inilah obat mujarab bagi penyakit syubhat dan keragu-raguan. Namun, semua itu tergantung pada pemahaman dan pengetahuan terhadap apa yang dimaksud al-Qur’an. Barang siapa yang dianugerahi pemahaman dan pengetahuan Allah, ia akan mampu melihat yang hak dan yang batil secara jelas dengan mata hatinya, seperti melihat malam dan siang.

Adapun penyakit syahwat, ia bisa diobati dengan hikmah serta nasihat yang baik melalui motivasi dan peringatan. Selain itu, menekankan zuhud di dunia dan memotivasi untuk meraih akhirat, disertai dengan teladan, serta kisah-kisah yang mengandung pelajaran dan petunjuk.

Allah ta’alaa berfirman yang artinya,
“ Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang ada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-prang yang beriman.” (Yunus: 57)

Hati harus diberi nutrisi yang bisa menumbuhkan dan menguatkannya. Karena hati seperti halnya badan, perlu dilatih dan dirawat, agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Ia perlu tumbuh dengan makanan yang baik baginya. Dan dilindungi dari hal yang membahayakannya. Dan tak ada cara lain untuk mencapai semua itu, kecuali dengan al-Qur’an.

Selayaknya Seorang hamba mempelajari tanda-tanda penyakit hati dan tanda-tanda hati yang sehat, hingga ia yakin terhadap kondisi hatinya. Apabila hatinya sakit, hendaklah ia segera mengobatinya sebelum Allah mencampakkan hati yang sakit dan tidak memperkenankannya masuk surga. Bila sehat, hendaklah ia menjaga kesehatannya, hingga akhir hayatnya.
Wallahu a’lam

Sumber: Diringkas dari Syaikh Ahmad Farid, al-Bahru ar-Raqaa’iq fiz-Zuhdi war-Raqaa’iq, atau Tazkiyatun-Nafs, terj. Muhammad Suhadi, Ummul Qura, hlm. 19-25.

0 komentar:

Posting Komentar